Manajemen Harta Perspektif Ekonomi Islam
Oleh: Khoirul Faiq
A.
Latar Belakang
Masalah
Islam merupakan sistem kehidupan yang sangat
universal, komprehensif dan integral, yang tidak hanya sebagai sekedar agama.
Islam adalah agama dan dunia, ibadah dan mua’malah, aqidah dan
syari’ah, kebudayaan dan peradaban, agama dan negara. Mengkaji ekonomi dari
sudut Islam, kita akan diajak merefleksikan diri kepada para ahli fiqh (fiqh
muamalah) dan ahli ushul-fiqh yang telah menjadikan “agama” sebagai salah satu
dari lima hal yang sifatnya dlaruri (tidak boleh tidak harus ada) yang
mana kita diharuskan untuk menjaga dan memeliharanya, yaitu: (agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta).[1]
Dalam memahami sistem ekonomi Islam secara utuh dan
komprehensif, selain memerlukan pemahaman tentang ekonomi Islam juga memerlukan pemahaman
yang memadai tentang pengetahuan ekonomi umum mutakhir. Keterbatasan dalam memahami Islam akan berakibat pada tidak dipahaminya
sistem ekonomi Islam secara utuh dan menyeluruh, mulai dari aspek fundamental
ideologis sampai pemahaman konsep serta aplikasi praktis. Akibatnya tidak
jarang pemahaman yang muncul, hanya menganggap bahwa sistem ekonomi Islam tidak
berbeda dengan sistem ekonomi umum atau konvensional yang selama ini ada, hanya
minus sistem ribawi ditambah dengan ZIS (zakat, infak, sedekah) yang tidak
disertai dengan adanya prinsip-prinsip akhlak yang diperlukan dalam kegiatan
ekonomi.
Ekonomi islam
yang rujukan entitas utamanya adalah Islam sebagai konsep hidup dan kehidupan
yang mana semua konsepnya langsung diidekan oleh Allah SWT melalui firmanNya
dalam al-Qur’an dan penjelasan al-Hadits yang memberikan deskripsi
prinsip-prinsip dasar dan mekanisme ekonomi Islam. Artinya, dalam Islam selain
mengenal sumber pengetahuan yang bersumber dari kreatifitas intelegensi
manusia, kita juga dikenalkan dengan sumber yang berasal dari firman Allah SWT
yang bersifat doktrinasi. Islam sebagai konsep hidup akan dinilai tidak
sempurna jika aktivitas ekonomi sebagai rangkaian utama dari aktivitas
kehidupannya tidak menjadi bagian yang build in dalam sistematika
pengaturan Islam.
Sistem ekonomi Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan
sistem ekonomi manapun termasuk liberal dan sosialis. Ekonomi liberal memberi kebebasan kepada
penganutnya untuk mengumpulkan harta dengan cara apapun_kebalikan dari itu ekonomi sosialis justru membatasi pengumpulan terhadap
harta, berbeda dengan dua sistem di atas, dalam ekonomi islam kepemilikan
terhadap harta sudah diatur dalam al-Qur’an yang pada intinya semua isi alam
semesta ini adalah mutlak milik Allah SWT manusia hanya sebagai khalifah yang
menjaga, mengelola dan mengambil manfaat dengan batasan-batasan
tertentu.[2] Perbedaan itu tidak hanya mencakup falsafah
ekonominya, namun juga konsep-konsep pokok pada tataran praktisnya, di antara
perbedaan yang mendasar adalah yang berkaitan dengan konsep harta (kepemilikan
terhadap harta) dan bagaimana mengatur (mengelola) harta.
Pada prinsipnya
harta dalam Islam adalah mutlak milik Allah SWT dan manusia hanyalah pengemban
amanah yang sifatnya temporary dalam menjaga dan memanfaatkan harta Allah SWT
yang suatu saat akan diambil kembali olehNya.[3] Disamping itu sebagian harta yang kita miliki adalah hak
orang lain di dalamnya yang apabila sudah sampai pada waktu dan ketentuannya
kita harus membaginya (distribusi) kepada mereka yang mempunyai hak atas harta
yang kita miliki,[4] Allah berfirman dalam QS. Ar-ruum/30: 38
ÏN$t«sù #s
4n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym
tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur
È@Î6¡¡9$# 4
y7Ï9ºs ×öyz
úïÏ%©#Ïj9 tbrßÌã
tmô_ur «!$#
( y7Í´¯»s9'ré&ur
ãNèd tbqßsÎ=øÿßJø9$#
ÇÌÑÈ
Artinya: Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya,
demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan.
Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan
mereka Itulah orang-orang beruntung. (QS. Ar-ruum/30: 38)
Artinya, tidak dibenarkan harta tersebut hanya berpusat pada pemilik sah dari harta itu sendiri, tapi juga untuk kepentingan bersama, dan bahkan
dalam islam lebih dititikberatkan
kepada kepentingan bersama, dalam hal ini kita sebagai mahluk Allah SWT
mempunyai tanggungjawab sosial yang besar yang nantinya akan bermuara kepada
mencari ridha Allah SWT.[5] Dalam pelaksanaan tanggungjawab itu kita mengenal istilah ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah,
dan Wakaf) yang harus kita tunaikan apabila sudah terpenuhi semua syarat dan
ketentuannya.[6]
Sumber Daya Alam (SDA) yang
ada di bumi adalah anugerah dari Allah SWT bagi umat manusia untuk dikonsumsi
berdasarkan ketentuan yang ada dalam Islam. Maka tidak ada alasan kekayaan sumber daya tersebut hanya
terkonsentrasi atau berpusat pada beberapa pihak saja. Oleh karena itu, Islam
menekankan distributive justice dan menerapkan dalam sistem ekonominya
program redistribusi harta (kekayaan)
sehingga setiap individu mendapatkan jaminan standar kehidupan yang manusiawi
dan terhormat.
Konsekuensi
dari pandangan di atas adalah ajaran islam itu tidak hanya terbatas pada masalah hubungan pribadi antara seorang individu
dengan penciptanya saja, namun mencakup pula hubungan antar sesama
manusia, bahkan hubungan antara manusia dengan mahluk lainnya termasuk dengan
alam dan lingkungan.[7] Komitmen
dalam Islam yang khas dan begitu kuat terhadap Ukhuwah Islamiah dan
keadilan sosial pada akhirnya akan berimplikasi kepada tidak ditemukannya
ketidakadilan distribusi harta atau kekayaan yang bertentangan dengan semangat
Islam.
Merujuk kepada definisi ilmu ekonomi
baik yang berasaskan keislaman ataupun konvensional akan tergambar dengan jelas
bahwa harta atau kekayaan menjadi objek yang utama dalam pembahasannya. Agama Islam
sudah begitu jelas memposisikan harta dalam kehidupan manusia. Dengan demikian langkah yang harus dilakukan
selanjutnya adalah bagaimana kita bisa memanage atau mengelola harta
tersebut dengan baik dan sesuai dengan syariah islam agar tercipta keadilan
sosial yang bernafaskan islam.
Harta sebagai penopang kehidupan
manusia memiliki pengaruh pada perilaku manusia dalam produksi dan konsumsi dari harta yang mereka punya. Harta ini
bukan hanya untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia (pemilik
harta),[8] namun harta itu diharapkan bisa menjamin keberlangsungan hidup
orang orang banyak.
Allah SWT tidak memberikan harta
atau kekayaan (rizeki) kepada semua hambanya secara merata. Ada sebagian manusia yang mendapatkan harta yang melebihi
dari kebutuhannya dan ada pula yang mendapatkan harta dibawah kebutuhannya,
artinya manusia dilahirkan ke dunia ini dengan kemampuan yang tidak sama.[9] Dengan demikian salah satu jalan yang harus diambil adalah
distribusi harta atau kekayaan dari orang yang mempunyai harta lebih (orang
kaya) kepada mereka yang membutuhkan harta (orang miskin) dengan harapan
terciptanya distributive justice di antara sesama, hal ini juga sejalan
dengan firman Allah SWT dalam al-Qur’an dibawah ini;
þÎûur öNÎgÏ9ºuqøBr& A,ym È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãóspRùQ$#ur ÇÊÒÈ
Artinya: Dan
pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian (orang miskin yang tidak meminta-minta). (QS.Adz-Dzaariyaat. 51:19)
Harta merupakan suatu penyebab jauhnya seseorang dari kefakiran
yang akan berimplikasi kepada potensi manusia untuk tidak berbuat kufur,
meskipun terbuka kemungkinan seseorang untuk lalai akibat kecintaan yang
berlebihan terhadap harta. Nabi Muhammad SAW
memberikan tuntunan kepada manusia, bagaimana
menyikapi harta dalam hidup dan kehidupan kita dan menjelaskan
apa yang menjadi kehendak Allah SWT atas manusia dalam penyikapan harta ini.
Nabi Muhammad SAW dalam hal ini tidak memberikan kebebasan yang mutlak kepada
manusia dalam berinteraksi dengan harta secara berlebihan dan sebaliknya beliau
juga tidak memenjarakan kehendak manusia dari fitrah akan kecintaannya terhadap
harta. Dalam al-Qur’an surat al-Fajr (89): 20, al-Ma’un (107): 1-7, al-Hadiid
(57): 20, al-Qashash (28): 76, Ali Imran (3): 14, dan surat-surat yang lain
yang semakna dengan surat-surat di atas sama sekali tidak memberikan arti bahwa
islam memerintahkan kita supaya menjauhi apalagi memusuhi harta kekayaan, akan
tetapi lebih bersifat mengingatkan kita supaya tidak berlebihan dalam mencintai
harta kekayaan karena sikap yang demikian hanya akan merugikan diri kita.[10]
Nabi Muhammad SAW memberikan
kondisi-kondisi yang kemudian manusia mampu menjaga diri dari segala
kecenderungan negatif akibat okupasi harta yang sangat bebas atau akibat tidak
memilikinya seseorang terhadap harta itu. Asum-asumsi yang wajar juga diberikan
Nabi Muhammad SAW agar interaksi manusia dengan harta tidak berlebihan yang
berakibat kepada keselamatan manusia dalam hidupnya, khususnya dalam masalah
ekonomi. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa manusia yang mempunyai harta yang
banyak pada dasarnya memiliki potensi beramal shaleh lebih banyak apabila
dibandingkan dengan manusia lain yang tidak mempunyai harta (miskin),
sebagaimana Hadits di bawah ini;
“Orang-orang kaya telah meraih pahala (yang banyak)”
(HR. Bukhari-Muslim).
“Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan
kaya, adalah lebih baik daripada meninggalkannya dalam keadaan miskin, kemudian
menjadi beban (meminta-minta) kepada orang lain” (HR.
Bukhari-Muslim).
Dalam konteks ekonomi islam dapat
kita simpulkan bahwa harta merupakan alat bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya dalam kehidupan guna
mendapatkan kesejahteraan, kedamaian, dan kemenangan dunia dan akhirat (falah).
Harta merupakan central variable dalam semua aktifitas ekonomi
manusia, akan tetapi dalam bentuk apapun harta tetap memerlukan penyikapan yang bijaksana yang bersumber dari aturan dan
prinsip-prinsip ilahiyah (syariah).
Ibn Khaldun dalam Muqaddimahnya menjelaskan dan membahas harta dengan menggunakan
konsep rizeki dan keuntungan, maksudnya adalah jika ada harta yang dimiliki
namun belum digunakan maka harta itu belum dikatakan rezeki, sesuai sabda
Rasulullah SAW di bawah ini;
“sesungguhnya yang anda miliki dari harta adalah apa yang telah
anda makan maka anda lenyapkan, atau apa yang anda pakai maka anda pedulikan,
atau apa yang anda shadaqahkan maka anda tinggalkan berlalu”
Maksudnya adalah bahwa kekayaan akan
dikatakan harta apabila memiliki atau memberikan
manfaat jika digunakan. Dalam ini harta atau kekayaan tersebut tidak hanya bermanfaat bagi pemilik sah
dari harta tersebut tapi juga bagi orang lain atas
wewenang pemiliknya. Hal ini sejalan dengan corak perekonomian yang
mementingkan kebersamaan (altruisme) dan keyakinan bahwa hidup hanyalah
perjalanan sementara, dan harta sebagai alat untuk hidup dan kehidupan seharusnya
dikonsumsi secukupnya saja. Menurut al-Ghazali harta dikonsumsi sebanyak apa
yang dibutuhkan untuk hidup, meskipun pencarian terhadap harta dilakukan
sebanyak yang kita mampu. Sejalan dengan hal tersebut dalam islam kita sebagai
mahluk Allah SWT diijinkan untuk mencari kekayaan yang ada di bumi sebanyak
mungkin yang bisa kita dapatkan asalkan dengan semakin banyak harta yang kita
dapat akan membuat kita lebih bertanggung jawab dan dermawan dalam hal mengolah
harta.[11]
Manusia sebagai makhluk rasional harus mempertimbangkan apa yang harus dilakukan
untuk kekayaannya hari ini dan kekayaannya pada
masa yang akan datang. Dengan kata lain, orang-orang harus berpikir bagaimana
pengelolaan harta atau kekayaan agar dapat
berguna bagi kehidupan yang lebih baik di masa depan. Sayangnya, mereka hanya
mengetahui konsep manajemen harta dari sistem kapitalis yang berasaskan
pada suku bunga sebagai salah satu instrumen dasar ekonominya. Padahal, mereka
seharusnya menyadari bahwa worldview ekonomi Islam berbeda dengan worldview ekonomi konvensional.
Bertitik tolak kepada pemaparan latar
belakang di atas, penulis sangat tertarik
untuk mengkaji dan mengekspolari lebih mendalam lagi mengenai manajemen harta
dalam ekonomi Islam yang kami tuangkan dalam skripsi yang berjudul “MANAJEMEN
HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM”
B.
Pembatasan dan
Perumusan Masalah
1.
Pembatasan
masalah
Dalam kajian ilmu ekonomi, baik yang
menggunakan konsep ekonomi islam maupun konvensional telah jelas menerangkan
bahwa harta merupakan objek pembahasan yang sangat penting, disebabkan karena harta
merupakan central variable yang besar fungsi dan manfaatnya bagi
keberlangsungan kehidupan manusia. Pada dasarnya
harta kekayaan adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan
dari kehidupan manusia. Harta memiliki pengaruh atau effect yang sangat besar bagi kehidupan manusia, misalnya dalam
hal konsumsi. Selain menjadi
penunjang keberlangsungan hidup kita, kekayaan (harta) juga dapat menjamin keberlangsungan
hidup masyarakat secara luas dengan syarat adanya keadilan distribusi (zakat,
infaq dan shadaqah) yang tercipta di antara mereka, karena zakat, infaq dan
shadaqah (ZIS) merupakan lambang harmonisnya hubungan sesama manusia[12].
Islam
menjelaskan bahwa Allah SWT memberikan harta atau rizekiNya bagi seluruh
umatnya tidak sama satu sama lain, dimana tujuannya adalah agar semua manusia
bisa saling melengkapi dan menutupi satu sama lainnya dengan harapan
terciptanya interaksi dalam hal distribusi harta-harta yang telah diterimanya
dari Allah SWT. Selain mendatangkan manfaat harta juga bisa menimbulkan
mudharat dan bencana kalau kita salah dalam mengelola dan menggunakan harta
tersebut, maka dari itu perlu adanya penyikapan dan manajemen yang baik dan
sempurna yang berpedoman kepada syariah islam, agar harta tersebut bisa
mendatangkan kebaikan kepada pemiliknya dan bagi masyarakat secara umum.
Pembahasan masalah harta ini sangatlah luas
cakupannya, sehingga menurut penulis perlu untuk memberikan batasan-batasan
dengan tujuan agar skripsi ini tidak melenceng dari judul yang dibahas. Dalam
hal ini penulis membatasi pembahasan skripsi ini hanya pada manajemen harta perspektif
ekonomi islam.
2.
Perumusan
masalah
Berdasarkan dari gambaran awal pada
latar belakang di atas, secara sederhana penulis merumuskan permasalahan
skripsi ini sebagai berikut:
ü Apa fungsi, klasifikasi, kedudukan, dan manfaat harta dalam ekonomi islam?
ü Apa yang dimaksud dengan Manajemen Harta Perspektif Ekonomi Islam?
C.
Tujuan dan
Manfaat Penelitian
1.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan yang
telah dirumuskan di atas, maka ada beberapa point yang akan dikaji dan
dijelaskan oleh penulis secara mendalam dalam skripsi ini, yaitu;
ü Bertujuan untuk mengetahui dan mengekspolari lebih mendalam apa
yang dimaksud dengan fungsi, klasifikasi atau macam-macam, kedudukan, dan apa
manfaat harta perspektif ekonomi Islam.
ü Bagaimana kita bisa lebih memahami cara mengatur atau memanage harta yang sesuai dengan ajaran
syariah islam (perspektif ekonomi Islam).
2.
Manfaat
Penelitian
ü Masyarakat
Memberikan informasi
mengenai kepada masyarakat luas
tentang keberadaaan ilmu dan sistem ekonomi Islam yang tidak
terbatas, manajemen harta kekayaan secara syariah, dan memberikan kiat-kiat
tentang produksi, konsumsi, dan distribusi harta kekayaan dalam ekonomi islam.
ü Fakultas
Memberikan sumbangsih
hasil pemikiran penulis dalam Ekonomi Islam khususnya yang membahas manajemen
harta perspektif ekonomi islam guna memperkaya khazanah pemikiran dan keilmuan
ekonomi Islam di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, serta menambah literatur kepustakaan yang membahas mengenai kajian
yang komprehensif tentang manajemen harta perspektif ekonomi Islam.
ü Penulis
Memberikan tambahan pengetahuan
bagi kami secara pribadi yang sekaligus sebagai sumbangsih pemikiran yang bisa
dikonsumsi oleh masyarakat secara umum, dan sebagai pedoman dalam kehidupan
sehari-hari penulis dalam memanage harta dalam ekonomi islam. Selain
itu, skripsi ini diharapkan bisa menambah wawasan mengenai Ekonomi Islam yang
fokus membahas tentang masalah manajemen harta perspektif ekonomi islam.
D.
Kajian (review)
Studi Terdahulu
Berbagai literatur
menerangkan bahwa harta dalam al-Qur’an disebut sebanyak 86 kali pada 79
ayat dalam 38 surah, satu jumlah yang cukup banyak menghiasi sepertiga
surah-surah Al-Qur’an. Jumlah ini belum termasuk kata-kata yang semakna dengan
mal seperti rizq, mata’, qintar dan kanz (perbendaharaan). Perhatian al-Qur’an yang begitu besar terhadap harta membuktikan bahwa sesungguhnya
harta merupakan satu kebutuhan manusia yang sangat penting sehingga al-Qur’an memandang perlu untuk memberikan
garisan-garisan yang rinci dan luas tentang harta. Pengaturan secara syariah
ini dimaksudkan agar terwujud keadilan dan kemaslahatan manusia agar manusia
tidak terjerumus pada penyimpangan-penyimpangan baik pada cara mendapatkan dan
meraih harta, pengembangannya (investasi) ataupun pada pemanfaatannya yang
pada akhirnya dapat menimbulkan mafsadah (kerusakan dan kerugian)
pada individu maupun masyarakat. Berbagai tulisan yang membahas tentang harta
kebanyakan hanya perputar pada pembahasan secara tekstual saja tentang harta,
misalnya hanya membahas tentang definisi harta, klasifikasi harta atau
pembagian harta, kedudukan harta, dan fungsi harta dalam ekonomi islam__namun
dalam hal ini masih belum secara tuntas dibahas prihal manajemen harta
perspektif ekonomi islam, tujuannya adalah agar kita bisa lebih memahami dan
mengerti bagaimana memanage harta secara islami.
Sejarah mencatat pada abad ke-10
Ibn Sina telah memperkenalkan manajemen harta. Ibnu Sinā menegaskan bahwa manajemen harta atau
kekayaan yang dapat dilakukan oleh manusia terbagi kedalam dua kategori: pertama,
mencari atau mendapatkan kekayaan (kasb) yang dikenal dengan pendapatan,
dan kedua, menggunakan atau membelanjakan kekayaan yang diperoleh (infaq)
atau yang dikenal pengeluaran.[13] Kedua kategori di atas harus dilakukan dengan cara
yang benar yang sesuai dengan aturan-aturan syari'ah, seperti yang dijelaskan
oleh Ibnu Sina dalam kitab al-siyasahnya: “bahwa hidup manusia harus
diperoleh dengan cara yang benar dan baik, dan jauh dari sifat tamak dan pelit”.
Hal tersebut juga dijelaskan dalam ideologi Kristen: “mencari sesuatu yang
berlebihan tidak layak dilakukan karena merupakan ketamakan dan ketamakan itu
merupakan sebuah dosa yang mematikan”.[14]
Oleh karena itu, kekayaan atau pendapatan yang diterima haruslah mengikuti
syariat islam. Kajian kitab (al-siyasah) ini lebih menekankan kepada bagaimana cara
mendapatkan harta kekayaan yang sah menurut ajaran agama islam dan bagaimana
cara mendistribusikannya kepada masyarakat secara luas.
Ibn Sina dalam kitab al-siyasahnya
menempatkan gagasan manajemen harta kekayaan pada konsep pengelolaan harta
dalam rumah tangga. Manajemen harta yang dibahas oleh Ibn Sina lebih ditekankan
kepada ruang lingkup ekonomi mikronya (rumah tangga) saja, karena permasalahan
ekonomi makro terletak pada pengelolaan ekonomi rumah tangga (ekonomi mikro)
yang masih kurang dimengerti oleh kebanyakan masyarakat. Manajemen harta Ibnu Sina
sangat detail menjelaskan aspek fundamental dan bagaimana kekayaan harus
diperoleh dan dihabiskan dengan menggunakan cara yang tepat dan sesuai dengan prinsip
dan nilai-nilai Islam. Menurutnya kekayaan bisa diperoleh dengan dua cara,
yaitu: alwaratsah (warisan) dan al-kasb (produktif). Kedua
kekayaan tersebut haruslah dikeluarkan secara efisien dan sesuai dengan syariah
islam dengan menggunakan tiga langkah: pengeluaran untuk masa depan (yang
terdiri dari belanja konsumtif), belanja agama, dan tabungan. Hal ini berbeda
dengan konsep barat yang menghilangkan agama yang terdiri dari konsumsi dan
tabungan. Dalam Islam, harus ditambahkan dengan pengeluaran dari sisi keagamaan
(infaq dini) seperti zakat, infaq, dan shadaqah. Tujuan pengelolaan
kekayaan tersebut dalam Islam bukan hanya untuk tujuan dunia, tetapi juga
mempersiapkan diri untuk akhirat.[15]
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, manajemen harta Ibn Sina hanya
memfokuskan kepada ruang lingkup keluarga saja yang dijadikan rujukan. Maka
dari itu, alangkah baiknya jika penulis membahas prihal manajemen harta yang
lebih luas dan mendalam lagi dalam skripsi ini agar pengetahuan tentang ilmu
ekonomi islam yang khusus membahas tentang manajemen harta perspektif ekonomi
islam.
E.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan judul skripsi ini, jenis
penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian kualitatif. Artinya,
penelitian ini mendeskripsikan data-data yang diperoleh secara analitis dan
sistematis.
2. Sumber Data
Dalam penyusunan proposal skripsi ini
penulis menggunakan dua jenis sumber data, yaitu:
ü
Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh
langsung dari buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan materi yang dibahas
dalam skripsi ini.
ü
Data Skunder
Data sekunder merupakan data yang langsung diambil
dari ensiklopedi, jurnal, dokumen, majalah, koran, workshop atau seminar, dokumen
elektronik atau internet, dll. yang berkaitan dengan isi pembahasan skripsi
ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat
dalam skripsi ini, maka dalam pengumpulan data skripsi ini penulis menggunakan
teknik kajian kepustakaan (library research), melalui studi ini
diharapkan akan diperoleh data-data yang sesuai dan terkait dengan pembahasan
skripsi ini.
4. Teknik Analisis Data
Data-data yang penulis peroleh dari data primer dan data sekunder
dikumpulkan dan kemudian diolah dan dianalisa secara deskriptif. Artinya penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dengan
cara membaca, mempelajari, mengkaji, dan menganalisa semaksimal mungkin yang sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.
5. Teknik Penulisan
Tekhnik
maupun pedoman yang dijadikan sebagai rujukan dalam skripsi ini adalah Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman
Akademik Program Strata I tahun 2011-2012 (Knowladge,
Piety, and Integrity) pada bagian Bab Sistematika Penulisan Skripsi,
Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh Biro Adiministrasi Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
dan Disiplin
Berbahasa Indonesia.
F.
Sitematika
Penulisan
Karya tulis ilmiah yang kami tuangkan dalam bentuk skripsi
ini penulis bagi kedalam beberapa bab sebagaimana tertera dalam sistematika
penulisan di bawah ini:
Bab I Pendahuluan
Bab I ini memaparkan tentang gambaran awal dari
keseluruhan isi skripsi ini, yang memaparkan beberapa point, yaitu; latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian (review) studi terdahulu, metodologi
dan tekhnik penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II Manajemen
Harta dalam Sebuah Pemaknaan
Bab ini berisi tentang pengertian Manajemen dan Harta
dilihat dari berbagai literatur dan pemikir yang konsen dalam bidang yang
berkaitan dengan Manajemen Harta Perspektif Ekonomi Islam dan sebagai pengantar
awal dalam memahami permasalahan yang akan ditulis dalam beberapa bab
selanjutnya.
Bab III Manajemen Harta Perspektif Ekonomi
Islam
Berisikan:
macam-macam harta, fungsi harta, manfaat harta, dan islam dan harta
Bab IV
Penutup
Bab ini berisi dua point yaitu: kesimpulan dari
skripsi yang sekaligus berisi saran-saran.
Daftar Pustaka
[1] Abdul
Hadi Arifin, Ekonomi Islam: Sejarah, Teori, Konsep,dan Aplikasinya di Indonesia (Nangroe Aceh Darussalam: Unimal Press, 2008), h. 7.
[2] M. Nadratuzzaman Hosen, dkk., Dasar-Dasar Ekonomi
Islam (Jakarta: PKES Publishing, 2008), h. 84.
[3] M. Sularno, Konsep Kepemilikan dalam Islam (Kajian
Dari Aspek Filosofis dan Potensi Pengembangan Ekonomi Islam) dalam
Al-Mawarid Edisi IX, 2003, h. 81.
[5] Agustianto dan Lutfi T Rizki, Fiqih Perencanaan
Keuangan Syariah (Depok: MudaMapan Publishing, 2010), h. 17.
[6] Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan
Keislaman (Bandung: Mizan, 1993),
h.180.
[7] Adiwarman A Karim, Bank Islam; Analisis Fiqh dan
Keuangan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 2.
[9]
Ruqaiyah Waris Masqood, Harta dalam Islam; Panduan
al-Qur’an dan Hadits dalam Mencari dan Membelanjakan Harta dan Kekayaan (Jakarta:
Lintas Pustaka Publisher, 2003), h. 19.
[10] Muhammad
Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam (Tangerang: Kholam Publishing, 2008), h. 280-283.
[12] Quraish Shihab, dalam Filsafat Hukum Islam,
Ismail M. Syah (edt) (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 187.
[13] Nurizal Ismail, “Manajemen Harta dalam Islam: Sebuah
Kajian Analisis dari Pemikiran Ekonomi Islam Ibn Sina” artkel diakses pada
tanggal 03 Mei 2012 dari http://www.scribd.com/doc/39001952/Pengelolaan-Kekayaan-Islam-Menurut-Ibn-Sina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar