font

http://khoirulfaiq.blogspot.com

Laman

Kamis, 27 Juni 2013

Dampak Kenaikan Harga BBM dan Upaya Kemandririan Energi


Seperti biasa, kenaikan harga BBM bersubsidi yang diumumkan oleh pemerintah langsung diikuti dengan berbagai kenaikan harga. Seperti biasanya, yang paling terkena dampaknya oleh kebijakan tersebut adalah kelompok masyarakat paling bawah akibat adanya kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Kebijakan pemerintah untuk memberikan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp 150.000 selama empat bulan kepada sekitar 15,5 juta keluarga tidak mampu atau keluarga miskin tentunya hanya sementara saja.
Sebagai bangsa tentunya kita berharap, agar setiap kali ada penyesuaian harga BBM tidaklah selalu menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Berbagai penolakan dan keberatan yang membahana dilapisan masyarakat, tentunya tidak semata-mata karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Bukan pula karena ada politisasi di tahun politik menjelang Pemilu 2014. Tetapi memang faktanya rakyat, terutama kalangan bawah, merasa galau dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oleh karena itu, kenaikan harga BBM harus diikuti dengan kebijakan konversi energi secara lebih luas dan menyeluruh. Diperlukan adanya diverifikasi energi secara menyeluruh, sebab kenaikan BBM ini hanyalah salah satu bagian saja. Selama ini program diversifikasi energi berjalan kurang maksimal dan bahkan cenderung terbengkalai. Selain itu, pemerintah juga harus memikirkan subsidi yang cukup terhadap subsidi bahan energi terbarukan dan program-program alternatif lainnya dalam rangka menjamin ketersediaan kebutuhan energi dan keterjangkauan energi atau ketahanan energi.
Mungkin pemerintah kita perlu belajar kepada negara Brazil yang berhasil dalam menggenjot produksi energi terbarukan seperti bioethanol. Brazil memberlukan hal yang sebaliknya dengan memberlakukan pajak yang besar pada bahan bakar bensin dan memberikan insentif pada industri hulu bioethanol. Pada periode tahun 1970 an, hampir 80% kebutuhan BBM Brazil berasal dari impor. Dengan kebijakan yang memihak pada EBT, saat ini lebih dari 50% kebutuhan BBM mobil pribadi sudah digantikan dengan bioethanol dan 90% dari kebutuhan listriknya menggunakan pembangkit listrik tenaga air. (Hofstrand)
Pemerintah seharusnya bisa memberi kesempatan pada industri biofuel dengan memberikan insentif atau subsidi yang sama pada BBM dan BBN. Mandatori pemakaian BBN seharusnya dinyatakan secara jelas dan eksplisit dalam kebijakan penganggaran yang tercermin dalam APBN. Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan disinsentif ekspor. Kebijakan ini bisa dilakukan mengikuti sukses hilirisasi produk Crude Plam Oil (CPO) yang sudah dilakukan Kemenkeu. Ekstensifikasi kebijakan hilirisasi produk CPO bisa dilakukan pada produk biodiesel dengan mengenakan pajak ekspor progresif pada biodiesel.
 
KMI
Jakarta, 25 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar